Selasa, 09 Oktober 2012

megaloblastik

ASKEP ANEMIA MEGALOBLASTIK BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 DEFINISI Anemia Megaloblastik adalah sekelompok anemia yang khas ditandai oleh adanya eritoblas yang besar dalam sumsum tulang sebagai akibat dari maturasi inti sel-sel tersebut adalah megaloblas. Sel megaloblas adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang longgar. Anemia Megaloblastik (SDM Besar) diklasifikasikan secara morfologi sebagai anemia makrositik normokromik yang sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 (Anemia perinisiosa adalah anemia yang disebabkan karena kerusakan produksi sel darah merah karena kurangnya faktor intrinsik essensial untuk absorbsi vitamin B12) dan asam folat (anemia defisiensi asam folat adalah kelainan dari maturasi/kematangan eritrosit yang disebabkan oleh sumber-sumber makanan yang tidak adekuat pasa malnutrisi, ada waktu kebutuhan akan asam folat meningkat yaitu pada waktu stres, pertumbuhan dan kehamilan) yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA disertai kegagalan maturasi dan pembelahan sel (Guyton, 2001). Defisiensi ini dapat sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat, malabsorbsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti pada anemia pernisiosa), penyakit usus dan keganasan. 1. 2 ETIOLOGI Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut : 1. Defisiensi Vit B12 a. Asupan kurang ; pada vegetarian b. Malabsopsi · Dewasa Anemia pernisiosa, gastrektomi total/parsial, penyakit Chorn’s, parasit, limfoma usus halus, obat-obatan (momicik, etanol, KCl). · Anak-anak : anemia pernisiosa, gangguan sekresi, faktor intrinsik lambung dan gangguan reseptor kobalamin di ileum. c. Gangguan metabolisme seluler : Defisiensi enzim, abnormallitas protein pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin), dan paparan nitrit oksida yang berlangsung. d. Infeksi cacing pita. 2. Defisiensi Asam Folat a. Asupan kurang · Gangguan nutrisi : Alkoholoisme, bayi prematur, orang tua hemodialisis dan anoreksia nervosa. · Malabsopsi : Gastrektomi parsial, reseksi usus halus, penyakit Crohn’s, scleroderma dan obat antikonvulsan. b. Peningkatan kebutuhan Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan, hipertiroidisme, serta eritropoesis yang tidak efektif (anemia pernisiosa, anemia sideroblastik, leukemia dan anemia hemolitik). c. Gangguan metabolisme folat : Alkoholisme, defisiensi enzim. d. Penurunan cadangan folat di hati : Alkoholisme, sirosis non alkoholik dan hepatoma. 3. Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat. 4. Gangguan sintesisi DNA yang merupakan akibat dari proses berikut ini : a. Defisiensi enzim congenital b. Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu. 1.3 KLASIFIKASI Menurut penyebabnya anemia megaloblastik di bagi beberapa Jenis : 1. Anemia megaloblastik karena defisiensi Vitamin B12: · Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan, telur serta susu yang mengandung vitamin B12. · Adanya malabsorpsi akibat kelaianan pada organ: a. Kelainan lambung (anemia pernisiosa, kelainan Congenital, faktor intrinsik, serta gastrektomi total atau parsial). b. Kelainan usus (intestinal loop syndrome, tropical sprue dan post reseksi ileum). 2. Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat: a. Disebabkan oleh makanan yang kurang gizi asam folat, terutama pada orang tua, fakir miskin, gastrektomi parsial dan anemia akibat hanya minum susu kambing. b. Malabsorpsi asam folat karena penyakit usus. c. Kebutuhan yang meningkat akibat keadaan fisiologis (hamil, laktasi prematuritas) dan keadaan fatologis (anemia hemolitik, keganasan serta penyakit kolagen). d. Ekskresi asam folat yang berlebihan lewat usus biasanya terjadi pada penyakit hati yang aktif atau kegagalan faal jantung. e. Obat-obatan antikonvulsan dan sitostatik tertentu. 3. Anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi vitamin B12 dan asam folat: Merupakan anemia megaloblastik akibat defisiensi enzim congenital atau pada eritroleukemia. 1.4 MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis yang biasanya muncul pada anemia megaloblastik adalah sebagai berikut : 1. Tubuh lemah, tidak bertenaga dan pucat. 2. Anemia karena eritropoesis yang inefektif. 3. Ikterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia eritrosit memendek. 4. Glositis dengan lidah berwarna merah, halus, seperti daging (buff tongue), stomatitis angularis, anoreksia, diare, nyeri dan gejala sindrom malabsorbsi ringan. 5. Penurunan jumlah hematokrit dan Hb. 6. Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 yang berat juga mempengaruhi sistem saraf sensoris dan menyebabkan : a. Kesemutan di tangan dan kaki b. Hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan c. Pergerakan yang kaku. 7. Purpura trombositopeni karena maturasi megakariosit terganggu. 8. Pada defisiensi vitamin B12 berat dijumpai gejala neoropati yang bersifat simetris sebagai berikut: a. Neuropati perifer : Mati rasa, terbakar pada jari. b. Kerusakan kolumna Posterior : Gangguan posisi, vibrasi. c. Kerusakan kolumna lateralis. d. Spastisitas dengan deep reflex hiperaktif dan gangguan serebrasi. e. Kesulitan berjalan dan mudah jatuh. f. Penurunan berat badan. g. Warna kulit menjadi lebih gelap. h. Penurunan fungsi intelektual. i. Gangguan keseimbangan dan terjadi perubahan sebral, demensia. 1.5 PATOFISIOLOGI Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan maturasi sel karena terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritoblas ini, maka meturasi ini lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar Karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia. Anemia menyebabkan kelelahan, sesak napas, dan rasa pusing. Orang dengan anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar, mereka merasa sulit bekerja, artinya mutu hidupnya lebih rendah. Anemia juga meningkatkan risiko kelanjutan penyakit dan kematian. Seseorang yang mengalami anemia akan tampak lesu, mudah lelah, kurang darah, cepat mengantuk, nafas pendek (manifestasi berkurangnya pengiriman O2), peradangan pada lidah, mual, hilangnya nafsu makan, sakit kepala, pingsan, dan agak kekuningan. Menurut Baldy (2005), salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkuranganya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna merah muda, hemoglobin biasanya kurang dari 8 gram. 1.6 POHON MASALAH (WOC) 1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain : · Pemeriksaan Darah tepi : a. Anemia makrositer dimana sel-sel eritrosit membesar. b. Anisositosis (ukuran eritrosit abnormal bervariasi). c. Poikilositosis (bentuk eritrosit yang tidak beraturan). d. Lekopenia, netropenia hipersegmentasi. e. Trombositopenia. f. Ditemukannya normoblas di dalam darah tepi. · Pemeriksaan Sumsum tulang : a. Eritropoesis: sel besar-besar, pertumbuhan sitoplasma lebih cepat dari pada inti, banyak ditemukan sel primitif (promegaloblas dan megaloblas basofil). b. Lekopoesis: sel besar-besar, banyak ditemukan granulosit atifikal, giant netrofil batang, terjadi disosiasi inti dan sitoplasma (misalnya mielosit granula jarang), hipersegmentasi sel netrofil. c. Trombopoesis: megakariosit biasanya menurun, atifikal, agranulasi, terjadi hipersegmentasi nukleus. 1. Untuk kekurangan vitamin B12 : · Anamnesa makanan · Tes absorbsi vitamin B12 dengan dan tanpa faktor intrinsik · Penentuan faktor intrinsik dan antibodi terhadap sel di lambung · Endoskopi, foto saluran makanan bagian atas, follow through · Analisis cairan lambung 2. Untuk kekurangan asam folat : · Anamnesa makanan · Tes-tes malabsorbsi · Biopsi jejenum · Tanda-tanda penyakit dasar penyebab 1.8 PENATALAKSANAAN Terapi pengobatan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut : 1. Terapi suportif : Transfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa. 2. Terapi untuk defisiensi vitamin B12 Terapi yang biasa digunakan untuk mengatasi terapi defisiensi vitamin B12 adalah sebagai berikut: a. Diberikan vitamin B12 100-1000 Ug intramuskular sehari selama dua minggu, selanjutnya 100-1000 Ug IM setia bulan. Bila ada kelainan neurologist, terlebih dahulu diberikan setiap dua minggu selama enam bulan, baru kemudian diberikan sebulan sekali. Bila penderita sensitif terhadap pemberian suntikan dapat diberikan seara oral 1000 Ug sekali sehari, asal tidak terdapat gangguan absopsi. Vegetarian dapat dicegah atau ditangani dengan penambahan vitamin per oral atau melalui susu kedelai yang diperkaya. b. Transfusi darah sebaiknya dihindari, kecuali bila ada dugaan kegagalan faal jantung, hipotensi postural, renjatan atau infeksi berat. Bila diperlukan transfusi darah sebaiknya diberi eritrosit yang di endapkan (PRC). 3. Terapi untuk defisiensi asam folat · Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, asal tidak terdapat gangguan absopsi. · Diet makanan yang kaya akan asam folat BAB 2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 PENGKAJIAN a. Mengkaji identitas klien yang meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat. b. Keluhan Utama : Pusing, kelelahan dan sesak nafas. c. Riwayat Kesehatan: · RKD ( Riwayat Kesehatan Dahulu) Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat, Fe dan vitamin B12. · RKK (Riwayat Kesehatan Keluarga). · RKS (Riwayat Kesehatan Sekarang): a. Klien terlihat keletihan dan lemah. b. Muka klien pucat. c. Mengeluh nyeri mulut dan lidah. d. Kebutuhan dasar Manusia : 1. Aktivitas / Istirahat Gejala : · Keletihan, kelemahan otot, malaise umum. · Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja. · Toleransi terhadap latihan rendah. · Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda : · Takikardia, takipnea, dipsnea pada saat beraktivitas atau istirahat. · Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya. · Ataksia, tubuh tidak tegak, kelemahan otot dan penurunan kekuatan. · Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletih. 2. Sirkulasi · Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya: perdarahan GI kronis, menstruasi berat, angina pektoris, dan riwayat endokarditis infektif kronis. · Tanda : palpitasi, takikardi, tekanan nadi lebar, disritmia, bunyi jantung murmur sistolik, pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir dan dasar kuku), dispnea dan orthopnea. 3. Integritas Ego · Gejala : Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan misalnya penolakan transfusi darah. · Tanda : Depresi 4. Eliminasi · Gejala : Sindrom malabsorpsi, gagal ginjal, hematemesisi, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi, penurunan haluaran urine. · Tanda : distensi abdomen. 5. Makanan / cairan · Gejala : Penurunan masukan diet, nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring), anoreksi, mual, muntah, dispepsia, adanya penurunan berat badan. · Tanda : Membrane mukusa kering, pucat, turgor kulit buruk, kering, tidak elastis, stomatitis, glositis dan inflamasi pada bibir. 6. Neurosensori · Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata, kelemahan, keseimbangan buruk. · Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis, tidak mampu berespon lambat dan dangkal, gangguan koordinasi, epistaksis, hemoragis retina. 7. Pernapasan · Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas, riwayat TBC dan abses paru · Tanda : Takipnea, ortopnea dan dispnea. Integumen : kulit berminyak, pucat sampai kuning, sklera agak ikterik, bibir dan mukosa sangat pucat. e. Pemeriksaan Diagnostik 1. Jumlah darah lengkap : Hematokrit menurun dan Hb menurun 4 sampai 5 gr/100ml. 2. Jumlah eritrosit menurun, SDM bervariasi, ukuran abnormal (anisositosis), SDM bentuk abnormal bervariasi (poikilositosis). 3. LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misalnya peningkatan kerusakan SDM. 4. Sel darah Putih : Meningkat (hemolitik), atau menurun (aplastik). 5. Jumlah trombosit : Menurun ( Aplastik), meningkat (DB), normal atau tinggi (Hemolitik). 6. Tes Schiling : penurunan ekskresi vitamin B12 urine (aplastik). 7. Folat serum dan vitamin B12 : membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masuknya/absorbsi. 8. Aspirasi sumsum tulang/biopsi : sel mungkin nampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk membedakan tipe anemia, misalnya : peningkatan megaloblastik. 9. Analisa lambung : tidak ada asam klorida (HCL) bebeas setelah penyuntikan pengastrin atau histamin. f. Kemungkinan Komplikasi · Kardiomegali · GJK · Gastritis · Halusinasi · Infeksi g. Penatalaksanaan medis · Terapi pemberian vitamin B12 · Pemberian zat besi · Obat kumur antijamur, analgesik · Pemantauan TTV. 2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang muncul pada Anemia Megaloblastik, antara lain: 1) Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel. 2) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. 3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. 4) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi. 5) Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leukopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan). 6) Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat. 7) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. 2.3 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL 1. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel. Tujuan : Peningkatan perfusi jaringan yang adekuat. Kriteria Hasil : Klien menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil, membran mukosa berwarna merah muda,haluaran urin adekuat. Intervensi dan Rasional : 1. Awasi tanda-tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku dan CRT. · Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi. 2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. · Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi. 3. Awasi upaya pernapasan dan auskultasi bunyi napas. · Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung. 4. Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. · Rasional : Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark. 5. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. a. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. · Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan. b. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. · Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan. 2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. Tujuan : Dapat mempertahankan /meningkatkan ambulasi/aktivitas. Kriteria Hasil : a. Melaporkan peningkatan aktivitas (toleransi termasuk aktivitas sehari-hari). b. Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal. Intervensi dan Rasional : 1. Kaji kemampuan ADL pasien. · Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan. 2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot. · Rasional : Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera. 3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas. · Rasional : Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan. 4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan. · Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru 5. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing. · Rasional : hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, dan peningkatan resiko cidera. 6. Berikan bantuan dalam aktivitas /ambulansi bila perlu. · Rasional : membantu mobilisasi kepada klien. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan /absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi secara adekuat. Kriteria hasil : · Menunujukkan peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal. · Tidak mengalami tanda mal nutrisi. · Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai. Intervensi dan Rasional : 1. kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang di sukai. · Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi. 2. Obserpasi dan catat masukan makanan pasien. · Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan. 3. Berikan makanan sedikit dan prekuensi sering · Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan dan mencegah distensi. 4. Observasi dan catat kejadian mual atau muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan. · Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ. 5. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan,gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka. · Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin di perlukan bila jringan rapuh, luka, pendarahan dan nyeri berat. 6. Berikan diet halus, jumlah serat, hindari makanan panas, pedas atau terlalu asam sesuai indikasi. · Rasional : bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat di toleransi pasien. 7. Kolaborasi dengan ahli gizi. · Rasional : Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individu. 8. Pantau pemerikasaan laboratorium misalnya Hb / Ht, albumin, protein, besi serum, B12, asam folat, elektrolit serum. · Rasional : meningkatkan efektivitas program pengobatan termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan. 9. Berika obat sesuai indikasi misalnya vitamin dan suplemen mineral (vitamin B12, asam folat(flovite), asam askorbat(vit C), besi dextran (IM/IV)), tambahan besi oral, HCL, anti jamur. · Rasional : kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia atau adanya masukan oral yang buruk dan defisiensi yang di identifikasi. Diberikan sampai defisit diperkrakan teratasi dan di simpan untuk yang tak dapat di absorpsi atau terapi besi oral, atau bila kehilang darah terlalu cepat untuk penggantian oral secara efektif. mempunyai sifat absorpsi vitamin B12 selama minggu pertama terapi. 4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi. Tujuan : Tidak adanya kerusakan pada jaringan tubuh dan sirkulasi peredaran darah kembali normal. Kriteria Hasil : 1. Mempertahankan integritas kulit. 2. Mengidentifikasikan faktor resiko atau perilaku individu untuk mencegah cidera dermal Intervensi : 1. Kaji integritas kulit dan catat perubahan pada turgor, gangguan warna. · Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung menjadi infeksi dan rusak. 2. Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur. · Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit dan membatasi iskemik jaringan atau mempengaruhi hipoksia seluler. 3. Upayakan permukaan kulit yang kering dan bersih. · Rasional : Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. 4. Bantu untuk latihan gerak aktif pasif. · Rasional : Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mencegah statis. 5. Hindari tekanan yang lama. · Rasional : Mencegah perluasan luka. 5. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leukopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan). Tujuan : Infeksi tidak dapat terjadi. Kriteria Hasil : a. Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi. b. Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam. Intervensi dan Rasional : 1. Tingkatkan cuci tangan yang baik, oleh pemberi perawatan dan pasien. · Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit. 2. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka. · Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri. 3. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat. · Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi. 4. Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam. · Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia. 5. Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam. · Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan. 6. Amati eritema/cairan luka. · Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan. 7. Kolaborasi dengan tim medis. Berikan antiseptic topikal, antibiotik sistemik. · Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local. 6. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat. Tujuan : Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus. Kriteria Hasil : Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat. Intervensi dan Rasional : 1. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. · Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat. 2. Auskultasi bunyi usus. · Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi. 3. Awasi intake dan output serta haluaran urin (makanan dan cairan). · Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet. 4. Hindari makanan yang membentuk gas. · Rasional : menurunkan distress gastrik dan distensi abdomen. 5. Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk serta Berikan obat antidiare, misalnya defenoxilat hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. · Rasional : menurunkan motilitas usus bila diare terjadi dan serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi. 7. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan. Kriteria Hasil : · Pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit. · Mengidentifikasi factor penyebab. · Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup. Intervensi dan Rasional : 1. Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia. · Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi. 2. Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik. · Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas. 3. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. · Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. 4. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya. · Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan. 5. Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan. · Rasional : Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan. 2.4 EVALUASI 1. S: Klien mengatakan kondisi membaik, pasien mengatakan tidak sesak nafas dan tidak pusing. O: TD ( 120/80 mmHg), membran mukosa berwarna merah muda, haluaran urin adekuat (kurang lebih 1500 ml/24 jam). RR (20x/menit), nadi 80x/menit,suhu 36°C. Turgor kulit dan CRT kembali 2 detik dan membaik serta konjungtiva merah muda. Hb dalam keadaan normal. A: Intervensi berhasil semua P: Hentikan intervensi. 2. S: Pasien melaporkan peningkatan aktivitas (toleransi termasuk aktivitas sehari-hari), pasien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan dari keluarga maupun perawat, dan pasien tidak mengalami kesulitan dalam bergerak. O: Kekuatan otot kaki ka/ki (5/5), tangan ka/ki (5/5), GCS : 15 (E:4,V:5,M:6), pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa, dapat duduk dan bangun sendiri. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (Td :120/80, S: 37 C, RR: 21 x/mnt. A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi 3. S: Pasien mengatakan pola makan sudah baik dengan habis setiap porsi, mual dan muntah tidak terjadi. O: Makan 3x/hari, BB 50 kg, TB 160mm, tidak terdapat tanda-tanda kurang nutrisi separti: Penurunan BB, pola makan pasien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan baik. Pasien terlihat bugar badannya dan tidak lemah. A: Masalh teratasi P: Hentikan Intervensi 4. S: - O: Peredaran darah normal,pasien dapt mencegah (mengatasi) perdarahan, pasien dapat mempertahankan integritas kulitnya dengan meningkatkan kecukupan gizi, turgor kulit dan CRT kembali normal, keadaan kulit kering. A: Masalah teratasi P: Hentikan Intervensi 5. S: pasien mengatakan luka yang ada sudah tidak terasa sakit, panas maupun nyeri, luka sudah mengering dan sudah membentuk jaringan yang baru. O: Pasien dapat mencegah/menurunkan risiko infeksi, penyembuhan luka meningkat, produksi drainase purulen atau eritema menurun, dan demam pasien turun hingga taraf normal(36°C), integritas kulit sudah membaik. A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi 6. S: Pasien mengatakan pola eliminasi sudah normal (seperti pola BAB sebelum sakit), BAB 1-2 x/ hari. O: BAB 1-2x/hari, warna kuning, konsistensi berbentuk lunak tidak keras, jumlah tidak lebih dari 200ml. A: Masalah teratasi(pasien pulang). P: Hentikan intervensi 7. S: Pasien mengatakan paham tentang proses penyakit yang di derita. O: Pasien dapat mengatasi tentang masalahnya, pasien paham tentang penyakitnya, pasien mendapatkan informasi tentang penyakitnya dan dapat menerapkan informasi yang di dapatnya pada saat pasien sakit. A: Masalah teratasi P: Hentikan intervansi BAB 3 PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Anemia Megaloblastik adalah sekelompok anemia yang khas ditandai oleh adanya eritoblas yang besar dalam sumsum tulang sebagai akibat dari maturasi inti sel-sel tersebut adalah megaloblas. Sel megaloblas adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang longgar.Penyebab anemia megaloblastik adalah defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat. Menurut penyebabnya anamia megaloblastik di bagi menjadi tiga yaitu anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12, anamia megaloblastik karena defisiensi asam folat,dan anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Gejala klinis yang biasanya muncul pada anemia megaloblastik adalah sebagai berikut : · Tubuh lemah, tidak bertenaga dan pucat. · Anemia karena eritropoesis yang inefektif. · Ikterus ringan akibat pemecahan hemoglobinmeninggi karena usia eritrosit memendek. · Glositis dengan lidah berwarna merah, halus, seperti daging (buff tongue), stomatitis angularis, anoreksia, diare,nyeri dan gejala sindrom malabsorbsi ringan. · Penurunan jumlah hematokrit dan Hb. · Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 yang berat juga mempengaruhi · Penurunan fungsi intelektual. · Gangguan keseimbangan dan terjadi perubahan sebral, demensia,dll. Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita anemia megaloblastik adala pemeriksaan sel darah tepi dan pemeriksaan sumsum tulang. Penatalaksanaan pada penderita anemia megaloblastik adalah terapi suportif, terapi untuk defisiensi vitamin B12, terapi untuk defisiensi asamfolat,terapi untuk penyakit dasar. 3.2 SARAN Pada penderita anemia megaloblastik harus dilakukan pemeriksaan sel darah tepi dan sumsum tulang untuk mengetahui kondisi sel darah merah dan jenis dari anemia megaloblastik itu sendiri. Terapi untuk penderita anemia megaloblastik di tentukan oleh jenis anemianya, hal tersebut bertujuan agar dalam penyembuhan anemia tidak terjadi kesalahan.contohnya pada penderita anamia megaloblastik defisiensi vitamin B12, penatalaksanaanya adalah dengan terapi untuk defisiensi vitamin B12 bukan terapi untuk dafisiensi asam folat sehingga bila pengobatan benar sesuai penyebab dapat mempercepat proses penyembuhan pasien. DAFTAR PUSTAKA Arief, et.al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. FKUI : Media Aesculapius. Doenges, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC. Susan, Martin Tuckler.et.al. 1998. Standar Keperawatan Pasien.Jakarta : EGC.

1 komentar:

  1. Saya dahulu juga mengidap penyakit ini dan sudah brobat kemana mana tapi tak kunjung sembuh...lalu ada kakak sepupu saya yang dari jakarta datang menjenguk saya waktu itu menyarankan untuk mencoba melakukan pola hidup sehat dan makannan yang baik serta meminum obat yang di bawak nya dari jakarta yang konon kata nya dari dokter eliza,yang sengaja di pesankan untuk saya dan kakak saya bilang harus rutin di minum nanti kalau habis dia mau pesan kan lagi dan kakak saya bilang ini harus rutin dan obat nya kakak sepupu saya yg bayar.
    Dan singkat nya di bulan ke 2 kondisi saya semakin membaik kadar sel darah sudah tidak drob lagi jauh lebih baik dari sebelum nya dan tidak perlu transfusi lagi...alhamdulillah....
    Jadi saya ingin menyarankan buat teman teman yg masih bingung untuk mencari tempat atau obat yang bisa memperbaiki sel darah yang rusak coba hub dr eliza langsung...dan ini no hp beliau yg saya minta dari kakak saya 0822-6961-4664.
    Waktu itu beliau hanya mengirimkan obat saja kata kakak sepupu saya...dan saya waktu itu mencoba minta no beliau untuk konsultasi langsung sampai sembuh

    BalasHapus