BAB
1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Nyeri adalah perasaan
yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang
dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Secara umum, nyeri dapat
didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Akan
tetapi, bias tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat mana nyeri tersebut
mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia tubuh dan transmisi
system saraf serta interpretasi stimulus.
Nosisepsi
System saraf perifer
terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus bertugas mendeteksi kerusakan
jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan tekanan.
Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor
merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit
bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis,
suhu, atau kimiawi. Sedangkan proses fisiologis terkait nyeri disebut
nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat fase, yaitu :
1. Tranduksi
Pada fase tranduksi, stimulus atau rangsangan yang
membahayakan memicu pelepasan mediator biokimia yang mensesitisasi nosiseptor.
2. Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian.
Bagian pertama, nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis.
Dua jenis serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah serabut
C, yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta serabut A-Delta
yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian kedua adalah
transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui
jaras spinotalamikus (spinothalamic tract atau STT). STT merupakan suatu system
diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi stimulus ke thalamus.
Pada bagian ketiga, sinyal tersebut diteruskan ke korteks sensorik somatic
tempat yang dipersepsikan. Impuls yang ditransmisikan melalui STT mengaktifkan
respons otonomi dan limbic.
3. Persepsi
Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya
nyeri. Tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks sehingga
memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi
komponen sensorik dan afektif nyeri.
4. Modulasi
Fase ini disebut juga system desenden. Pada fase
ini, neuron di batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla
spinalis. Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid,
serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asenden yang
membahayakan di bagian dorsal medulla spinalis.
Pengalaman nyeri
Pengalaman nyeri
seseorang dipengaruhi beberapa hal, yaitu :
1. Arti
nyeri bagi individu
Makna nyeri antara lain berbahaya atau merusak,
menunjukkan adanya komplikasi, memerlukan penyembuhan, menyebabkan ketidak
mampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu yang harus
ditoleransi. Factor yang mempengaruhi makna nyeri bagi individu antara lain
usia, jenis kelamin, latar belakang social budaya, lingkungan, pengalaman nyeri
sekarang dan masa lalu.
2. Persepsi
nyeri
Persepsi nyeri, tepatnya pada area korteks, muncul
akibat stimulus yang ditransmisikan menuju jaras spinotalamikus dan talamiko
kortikalis. Persepsi nyeri ini bersifat objektif, sangat kompleks, dan
dipengaruhi factor-faktor yang memicu stimulus bosiseptor dan transmisi impuls
nosiseptor, seperti daya reseptif dan interpretasi kortikal. Persepsi nyeri
dapat berkurang atau hilang pada periode stress berat atau dalam kedaan emosi.
Kerusakan pada ujung saraf dapat memblok nyeri dari sumbernya.
3. Toleransi
terhadap nyeri
Toleransi terhadap nyeri terkait dengan intensitas
nyeri yang membuat seseorang mampu menahan nyeri sebelum mencari pertolongan.
Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu mampu menahan nyeri yang
berat sebelum ia mencari pertolongan. Factor-faktor yang mempengaruhi toleransi
terhadap nyeri yaitu :
Toleransi nyeri
Meningkat
|
Menurun
|
Alcohol
Obat-obatan
Hypnosis
Panas
Gesekan atau garukan
Pengalihan perhatian
Kepercayaan yang kuat
|
Capai atau kelelahan
Marah
Kebosanan
Cemas
Nyeri yang kronis
Sakit atau
penderitaan
|
4. Reaksi
terhadap nyeri
Setiap orang memberikan reaksi yang
berbeda terhadap nyeri. Ada yang menhadapi rasa nyeri dengan perasaan takut,
cemas, dan gelisah, ada pula yang menanggapinya dengan perasaan optimis dan
penuh toleransi. Factor yang mempengaruhi reaksi nyeri, yaitu :
a. Makna
nyeri bagi individu
b. Tingkat
persepsi nyeri
c. Pengalaman
masa lalu
d. Nilai
budaya
e. Harapan
social
f. Kesehatan
fisik dan mental
g. Sikap
orang rtua terhadap nyeri
h. Lokasi
nyeri
i.
Perasaan takut dan cemas
j.
Upaya untuk mengurangi respons terhadap
stressor
k. Usia
B.
Jenis dan Bentuk Nyeri
Jenis
nyeri
Ada
tiga klasifikasi nyeri :
1. Nyeri
perifer
Nyeri perifer ada tiga macam, yaitu
:
a. Nyeri
superficial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa.
b. Nyeri
visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulai pada reseptor nyeri di
rongga abdomen, cranium, dan toraks.
c. Nyeri
alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan
penyebab nyeri.
2. Nyeri
sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi
pada medulla spinalis, batang otak, dan thalamus.
3. Nyeri
psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab
fisiknya. Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita
sendiri. Seringkali nyeri ini muncul karena factor psikologis.
Bentuk
nyeri
Secara
umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.
1. Nyeri
akut
Nyeri ini biasanya berlangsung
tidak lebih dari 6 bulan. Biasanya gejala mendadak dan penyebab serta lokasi
nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan
kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2. Nyeri
kronis
Nyeri ini biasanya berlangsung
lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri bias diketahui ataupun tidak. Nyeri cenderung
hilang dan timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Penginderaan nyeri
menjadi lebih dalam sehingga penderita sulit untuk menunjukkan lokasinya.
Dampak dari nyeri kronis antara lain penderita mudah teringgung dan sering
mengalami insomnia, akibatnya mereka kurang perhatian, sering merasa putus asa,
dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul
pada periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri.
Factor
yang mempengaruhi nyeri
1. Etnik
dan nilai budaya
Latar belakang etnik dan budaya
merupakan factor yang mempengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri.
Contohnya, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam
mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru lebih memilih
menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.
2. Tahap
perkembangan
Usia dan dan tahap perkembangan seseorang merupakan variable penting yang
akan mempengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini anak-anak
cenderung kurang mampu mengungkapkan rasa nyeri dibandingkan orang dewasa, dan
kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain
prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut ataupun
kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena
penuaan, tetapi efek analgesic yang diberikan menurun karena perubahan fisiologis
yang terjadi.
3. Lingkungan
dan individu pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat
kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktifitas yang tinggi di lingkungan
tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu dukungan dari keluarga dan orang
terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi persepsi nyeri
individu.
4. Pengalaman
nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga
berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri.
Selain itu keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri sebelumnya juga
berpengaruh terhadap harapan individu pada penanganan nyeri saat ini.
5. Ansietas
dan stress
Ansietas sering kali menyertai
peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan
ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat
memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka
mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut
dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
Cara
mengukur intensitas nyeri
Skala
nyeri menurut Hayward
Skala
|
Keterangan
|
0
|
Tidak nyeri
|
1-3
|
Nyeri ringan
|
4-6
|
Nyeri sedang
|
7-9
|
Sangat nyeri,
tetapi masih dapat dikontrol dengan aktifitas yang biasa dilakukan
|
10
|
Sangat nyeri
dan tidak bias dikontrol
|
Skala
nyeri menurut McGill
Skala
|
Keterangan
|
1
|
Tidak nyeri
|
2
|
Nyeri sedang
|
3
|
Nyeri berat
|
4
|
Nyeri sangat
berat
|
5
|
Nyeri hebat
|
C.
Pengkajian
Pengkajian
nyeri yang akurat penting untuk upaya pelaksanaan nyeri yang efektif. Karena
nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada
masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang
mempengaruhi nyeri seperti factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional,
dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua kompenen utama yaitu :
a. Riwayat
nyeri untuk mendapatkan data dari klien.
b. Observasi
langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien.
Tujuan
pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman
subjektif.
Mnemonic
untuk pengkajian nyeri.
P
|
Provoking atau
pemicu yaitu factor yang memicu timbulnya nyeri
|
Q
|
Quality atau
kualitas nyeri
|
R
|
Region atau
daerah perjalanan ke daerah lain
|
S
|
Severity atau
keganasan, yaitu intensitasnya
|
T
|
Time atau
waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan sebab
|
Riwayat
nyeri
Secara
umum pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, yaitu :
1. Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang
spesifik, minta klien menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan
dengan bantuan gambar tubuh. Klien bisa menandai bagian tubuh yang mengalami
nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih dari
satu sumber nyeri.
2. Intensitas
nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri
adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk menetukan intensitas nyeri
pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10.
Angka 0 menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi menandakan nyeri
yang hebat.
3. Kualitas
nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti
“dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”. Perawat
perlu mencatat kata-kata yang digunakan pasien untuk menggambarkan
nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan
etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.
4. Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan,
durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri. Perawat perlu mengkaji kapan nyeri
dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri
terakhir muncul.
5. Gejala
yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah,
pusing, dan diare. Gejala itu bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh nyeri
itu sendiri.
6. Factor
presipitasi
Terkadang aktifitas tertentu dapat
memicu munculnya nyeri, seperti aktifitas yang berta dapat menimbulkan nyeri
dada. Selain itu factor lingkungan, stressor fisik, dan emosional juga dapat
memicu nyeri.
7. Pengaruh
pada aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri
mempengaruhi aktifitas harian klien akan membantu perawat memahami perspektif
klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri
adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal,
hubungan pernikahan, aktifitas di rumah, aktifitas di waktu senggang, serta
status emosional.
8. Sumber
koping
Setiap individu memiliki strategi
koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi
oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.
9. Respons
afektif
Respons afektif klien terhadap
nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat dan durasi nyeri,
interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lain. Perawat perlu mengkaji
adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri
pasien.
Observasi
respons perilaku dan fisiologis
Banyak
respons non verbal yang bisa dijadikan indicator nyeri. Salah satunya yang
paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat
atau membuka mata lebar-lebar, mengigiti bibir bawah, dan seringai wajah dapat
mengindikasikan nyeri. Perilaku lain yaitu vokalisasi, immobilisasi bagian
tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan, dll. Sedangkan respons
fisiologis bergantung pada durasi dan sumber nyeri. Pada awal awitan nyeri
akut, respons fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi, dan
pernapasan, diaphoresis, serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya system
saraf simpatis. Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis
telah beradaptasi, respons fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau
bahkan tidak ada. Karenanya, perawat penting untuk mengkaji lebih dari satu
respons fisiologis sebab bisa terjadi respons tersebut merupakan indicator yang
buruk untuk nyeri.
Penetapan
diagnosis
Menurut
NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan adalah :
1. Nyeri
akt
2. Nyeri
kronis
Saat
menuliskan pernyataan diagnostic, perawat harus menyebutkan lokasinya. Lebih
lanjut, karena nyeri dapat mempengaruhi banyak aspek fungsi individu, kondisi
tersebut pula menjadi etiologi untuk diagnosis keperawatan lain seperti
ketidakefektifan bersihan jalan napas, ansietas, ketidakefektifan koping, dll.
D.
Perencanaan dan Implementasi
Tujuan
asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami ketidaknyamanan atau nyeri
bervariasi, bergantung pada diagnosis dan batasan karakteristiknya.
1. Nyeri
akut
Yang berhubungan dengan :
a. Trauma
pada perineum selama persalinan dan pelahiran
b. Trauma
jaringan dan reflex spame otot, sekunder akibat gangguan musculoskeletal,
gangguan visceral, kanker, gangguan vascular
c. Inflamasi
d. Efek
kanker
e. Kram
abdomen, diare, muntah, sekunder akibat (gastroenteritis, influenza, ulkus
lambung)
f. Inflamasi
dan spasme otot polos, sekunder akibat (batu ginjal, infeksi pencernaan)
g. Trauma
jaringan dan spasme otot reflex, sekunder akibat (pembedahan, kecelakaan,
terbakar, tes diagnostik)
h. Demam
i.
Respons alergi
j.
Iritan kimia
Kriteria
hasil
Individu
akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan pereda nyeri yang diberikan yang
ditandai dengan (sebutkan)
Intervensi
umum
1. Kaji
factor yang dapat menurunkan toleransi nyeri.
2. Kurangi
atau hilangkan factor yang dapat meningkatkan nyeri.
3. Kolaborasikan
bersama pasien untuk menentukan metode mana yang dapat dipergunakan untuk
mengurangi intensitas nyeri.
4. Beri
pereda nyeri yang optimal bersama analgesic yang diresepkan.
5. Kaji
respon pasien terhadap obat-obat pereda nyeri.
6. Bantu
keluarga berespon positif terhadap pengalaman nyeri pasien.
7. Dorong
klien untuk mendiskusikan nyeri yang dialami
Rasional
1. Jika
klien harus meyakinkan tenaga kesehatan bahwa dia merasa nyeri, kecemasannya
akan semakin meningkat dan akan meningkatkan persepsi nyerinya.
2. Penggunaan
metode pereda nyeri noninvasive dapat meningkatkan efek terapeutik obat-obat
pereda nyeri.
3. Tidur
yang tidak mencukupi dapat menurunkan kemampuan individual untuk menoleransi
nyeri dan menguras energy yang mereka butuhkan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan social.
4. Penatalaksanaan
nyeri seharusnya dilakukan secara agresif dan individual untuk menhilangkan
nyeri yang tidak perlu. Salah satunya dengan membri obat sesuai jadwal pada
periode awal pascaoperasi bukan memberikannya pada saat dibutuhkan.
5. Berbagai
metode perilaku bertujuan memodifikasi reaksi fisiologis terhadap nyeri. Contoh
metode tersebut yaitu relaksasi, meditasi, terapi music, hipnotis, dan umpan
balik biologis.
6. Relaksasi
dan imajinasi terbimbing cukup efektif dalam mengatasi nyeri, yakni dengan
meningkatkan perasaan control, mengurangi perasaan tidak berdaya dan putus asa,
menjadi metode pengalih yang menenangkan, serta menganggu siklus
nyeri-ansietas-ketegangan
DAFTAR
PUSTAKA
Roper,
N. (2002). Prinsip-prinsip keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Medica.
Tarwoto, W.
(2003). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medica
Tidak ada komentar:
Posting Komentar